1.
Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang
naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini
dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam
mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch
Hermansoemantri (1986: 2).
Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW:
a. Judul naskah
Sêrat Wêwulang. Judul ini terdapat pada cover depan.
Gambar 12. Cover
depan SW
b. Nomor naskah
Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet,
1983: 110); nomor KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog Nancy K. F, 1996: 216); dan nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog Lokal, 1995: 7).
c. Tempat penyimpanan
naskah
Perpustakaan Sasana Pustaka
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
d. Asal naskah
Surakarta
e. Keadaan naskah
Keadaan fisik naskah cukup baik
dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Jilidan warna putih
yang telah usang, dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik
artinya tidak dalam keadaan rusak.
f. Ukuran naskah
20,5 cm x 16, 4 cm
g. Ukuran teks dan margin
Ukuran teks : 12, 4 cm x 17,6 cm
Ukuran margin : batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri
0,8 cm, bawah 1cm.
h. Tebal naskah
1,2 cm
i.
Jumlah halaman
Halaman yang ditulisi :
28 halaman
Halaman kosong : 100 halaman yang
terdapat pada bagian
belakang naskah.
Jumlah seluruh halaman : 128 halaman
j.
Jumlah baris per halaman
17 baris
k. Huruf, aksara,
tulisan
Huruf
: Jawa
Aksara
: aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan
Tulisan : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf
sedang, bentuknya agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan
mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus mudah dibaca.
l.
Huruf, aksara, tulisan
Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang
ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks
ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran
naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara berdampingan
lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait satu dengan lainnya
diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/ tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis pensil.
m. Bahan naskah
Kertas folio bergaris,
terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin. Kualitas kertas, tebal,
masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih bagus, tidak rapuh.
n. Bahasa naskah
Bahasa Jawa Baru standar
dengan menggunakan ragam ngoko dan krama. Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi
dan Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami
masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.
o. Bentuk teks
Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh
I terdiri dari 48 bait, pupuh II
terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait.
p. Umur naskah
81 tahun berdasarkan
penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan
mengenai umur naskah.
q. Pengarang
Anonim
r.
Asal-usul naskah
Koleksi pribadi perpustakaan
Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat
s. Fungsi sosial naskah
Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan
hidup.
t.
Ikhtisar teks/ cerita
Manusia
diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah menjadi manusia
utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang dituntut untuk menunutut
ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair
batin yang mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih
dikenal dengan piwulang yang artinya
ajaran.
Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir
kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang ditakdirkan
menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang
besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama. Maka, salah
satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia
utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal bakal kehidupan
lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu.
Persiapan
si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian lahir
dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta
berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima pembelajaran
dan mengamalkan apa yang dipelajari.
Tahapan
pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu:
menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Ajaran tersebut
meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan sifat dan
sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela adalah menjauhi: 1) hati
kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam.
u.
Catatan lain
Perbedaan
yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi konteks kalimat.
Perbedaan tersebut di antaranya:
1) Penulisan pada
lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “
(tanda sama dengan).
Berikut kutipannya:
Gambar
13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “
Sumber:
Naskah SW, h. 21
2)
Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan
dirga muluk pada akhir baris yang
diakhiri dengan vokal ‘u’. Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15, bait
43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27.
Gambar 14. Penulisan dirga muluk
Sumber: Naskah SW h. 7
gatra keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak terdapat pada lingsa sebagai penanda batas
memasuki gatra ketujuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar