Senin, 18 November 2013

Deskripsi naskah serat wulang



1.      Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri (1986: 2).
Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW:                                             
a.       Judul naskah                                
Sêrat Wêwulang.  Judul ini terdapat pada cover depan.
Gambar 12. Cover depan SW





DSC01489








crop judul







































































































































b.      Nomor naskah                              
Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet, 1983: 110);  nomor  KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog Nancy K. F, 1996: 216); dan  nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog Lokal, 1995: 7).
c.       Tempat penyimpanan naskah       
Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
d.      Asal naskah                                  
Surakarta
e.       Keadaan naskah                           
Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Jilidan warna putih yang telah usang, dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak dalam keadaan rusak.
f.       Ukuran naskah                             
20,5 cm x 16, 4 cm
g.      Ukuran teks dan margin
Ukuran teks           : 12, 4 cm x 17,6 cm
Ukuran margin      : batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri 0,8 cm, bawah 1cm.
h.      Tebal naskah                                
1,2 cm
i.        Jumlah halaman                            
Halaman yang ditulisi                   : 28 halaman
Halaman kosong                           : 100 halaman yang terdapat pada bagian
                                                        belakang naskah.
Jumlah seluruh halaman                : 128 halaman
j.        Jumlah baris per halaman             
17 baris
k.      Huruf, aksara, tulisan       
Huruf      : Jawa
Aksara    : aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan
Tulisan   : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf sedang, bentuknya agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus mudah dibaca.
l.        Huruf, aksara, tulisan       
Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara berdampingan lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait satu dengan lainnya diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/ tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis pensil.
m.    Bahan naskah                   
Kertas folio bergaris, terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin. Kualitas kertas, tebal, masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih bagus, tidak rapuh.
n.      Bahasa naskah                  
Bahasa Jawa Baru standar dengan menggunakan ragam ngoko dan krama. Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi dan Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.
o.      Bentuk teks                                  
Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait.
p.      Umur naskah                                
81 tahun berdasarkan penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan mengenai umur naskah.
q.      Pengarang                                    
Anonim
r.        Asal-usul naskah                          
Koleksi pribadi perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat
s.       Fungsi sosial naskah                     
Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan hidup.
t.        Ikhtisar teks/ cerita                                   
Manusia diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah menjadi manusia utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang dituntut untuk menunutut ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair batin yang mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih dikenal dengan piwulang yang artinya ajaran.
Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu.
Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.
Tahapan pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Ajaran tersebut meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan sifat dan sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela adalah menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam.   
u.      Catatan lain
Perbedaan yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi konteks kalimat. Perbedaan tersebut di antaranya:
1)      Penulisan pada lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “ (tanda sama dengan).
Berikut kutipannya:


Gambar 13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “
krop sastra laku





Sumber: Naskah SW, h. 21
2)      Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan dirga muluk pada akhir baris yang diakhiri dengan vokal ‘u’.  Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15, bait 43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27.
crop dirga mulukGambar 14. Penulisan dirga muluk


 




Sumber: Naskah SW h. 7
gatra  keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak terdapat pada lingsa sebagai penanda batas memasuki gatra ketujuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar