Rabu, 23 April 2014

Semiotik adalah ilmu tanda



TUGAS REVIEW MATERI KULIAH SEMIOTIK


Sebagai Tugas Mata Kuliah Semiotik yang Diampu oleh Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum.

Disusun oleh
Dwi Lestari (C0111012)

JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014



A.                Pengertian Semiotika
Menurut Ferdinand de Saussure, “semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam masyarakat dapat dibayangkan ada. Ia akan dibayangkan ada. Ia akan menjadi bagian psikologi sosial dan umum atau. Ia memberi batasan sebagai kajian umum tentang tanda-tanda. Semiotik berasal dari kata semiologi (bahasa Yunani ‘semeion’,’tanda’). Semiologi akan menunjukkan hal-hal yang membangun tanda-tanda dan hukum-hukum yang mengaturnya.
Semiotika adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan “Apakah x itu?”
X= kata, isyarat, warna, sastra, musik dan film. Jika kita mempresentasikan makna x dengan y sama dengan menganalisis semiotika untuk menentukan sifat relasi “x-y”, contoh x= merah. Dalam hal ini “x” membangun istilah berbahasa Indonesia dari warna.
Makna kata “merah”?
Merah = warna (tingkat dasar), tetapi dapat pula bermakna :
Berhenti “sebagai tanda lalu lintas”.
Sayap kiri “sebagai bendera”.
Kondisi marah, seperti dalam ungkapan “mukanya merah”.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tanda tidak pernah menunjuk dirinya sendiri tetapi selalu menunjuk sesuatu yang lain di luar dirinya atau memiliki sifat hubungan “x-y”.
Menurut Siegers,semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi dengan menggunakan tanda (sign) dan berdasarkan pada sign system (konvensi, kode).
Cobley and Jansz mendefinisikan, “semiotika adalah bidang ilmu yang mengkaji hubungan tanda, objek dan makna, misal : tanda        bunyi kata kursi ; objek           kursi yang terbuat dari kayu, sofa, plastik, dan sebagainya; makna benda yang digunakan sebagai tempat duduk.
Tanda juga berupa konvensi atau kesepakatan bahasa suatu kelompok masyarakat tertentu. Dalam menggunakan tanda berupa konvensi bahasa tersebut maka harus tepat meletakkannya, misal :
Kata “bisa” berarti racun (dalam konvensi bahasa Indonesia).
Kata “bisa” berarti saged (dalam konvensi bahasa Jawa)
Semiotika adalah studi tentang :
Ø    Cara berfungsi
Ø    Penggolongan
Ø    Hubungan dengan tanda lain “cabang sintaksis semiotik”
Ø    Hubungan tanda dan acuan
Ø    Interpretasi “cabang semantik semiotik”
Ø    Pengirim
Ø    Penerima “cabang pragmatik semiotik”

Tokoh :
1.                  Charles Sanders Pierce (1839-1914)
·                     Amerika
·                     Ayahnya : Profesor matematika Harvard
·                     Pernah menjadi dosen logika di JHU
·                     Filosof pragmatisme
·                     Bagaimanakah kita bernalar?
·                     Semiotika

2.                  Ferdinand de Saussure (1857-1913)
·                     Lahir di Jenewa
·                     Kuliah di fakultas fisika dan kimia di Jenewa
·                     Kuliah bahasa di universitas Leipzig
·                     Profesor bahasa Sanskerta di universitas Jerman
·                     Strukturalis
·                     Apakah bahasa itu?
·                     Semiologi

Menurut Pierce, penanda (representamen) adalah sesuatu yang bagi seseorang menjadi wakil dari sesuatu yang lain atas dasar-dasar tertentu. Fungsi utama tanda adalah mengemukakan atau merepresentasikan sesuatu, misal : lampu    merah   perintah berhenti ; ada tulisan huruf balok P disilang berarti dilarang parkir.
Penanda (representamen) selalu terdapat dalam hubungan trio :
1.      Objek / acuan : sesuatu yang lain atau apa yang dikemukakan oleh tanda atau yang ditunjuknya, misal : bendanya.
2.      Ground / dasar : sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi. Ground dapat berupa :
Kode : sistem peraturan. Kode adalah kaidah atau sistem untuk memahami bahasa, budaya atau sesuatu lainnya, misal kode kebahasaan meliputi ragam bahasa,undha usuk, dialek, dsb.
Konvensi : kesepakatan, mengacu pada bahasa, misal : kacamata          konvensi bahasa Indonesia ; tesmak                    bahasa Jawa ; glasses       bahasa Inggris
3.      Interpretan : seseorang yang menerima tanda kemudian menafsirkan maksud tanda berdasarkan pesan yang ditangkap dari tanda tersebut atau bisa berarti makna yang terdapat dalam kamus.
Tidak ada acuan yang inheren (menyeluruh) pada tanda, misal mawar di masyarakat barat menandakan cinta kalau di Indonesia?
-          Maka perlu adanya ground.
-          Bisa miss-kom bila ground beda.

Jadi ada kemungkinan :
1.      Tanda sama, acuannya berbeda, misal :
-          Ini teh susu ; tanda yang bergaris bawah dapat berarti :
Panggilan untuk kakak perempuan di masyarakat Jawa barat.
Nama jenis minuman.
-          Lakune kaya macan luwe : tanda yang bergaris bawah dapat berarti :
Cara berjalannya pelan dan lemah gemulai.
Lapar
2.      Tanda beda, acuannya sama, misal;
Manuk, burung, bird, vogel       sama-sama mengacu pada hewan burung.
Dor, beng        sama-sama mengacu pada suara ledakan.
                         
B.                 Jenis tanda menurut Pierce
1.                  Berdasarkan hubungan tanda dan ground
a.                   Qualisign, yaitu tanda yang menunjukkan kualitas, misalnya : kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu.
b.                  Sinsign, yaitu tanda yang menunjukkan eksistensi aktual benda / peristiwa, misal kata” keruh” pada kalimat “air sungai itu keruh”.
c.                   Legisign, yaitu tanda yang mengandung norma, misalnya : rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2.                  Berdasarkan interpretan
a.                   Rheme, yaitu tanda yang memungkinkan seseorang untuk menafsirkan berdasarkan pilihan, misal :
Mata merah dapat berarti sebagai berikut :
-                      Selesai menangis
-                      Bangun tidur
-                      Mengantuk
-                      Menderita penyakit mata
-                      Terkena samber mata.
b.                  Decisign, yaitu tanda yang menyatakan kenyataan, misal : jika di pinggir jalan dipasang rambu lalu lintas yang bertuliskan, “Awas, rawan kecelakaan” maka menandakan kenyataan bahwa di wilayah tersebut memang sering terjadi kecelakaan.
c.                   Argument, yaitu tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu, misal seorang berkata, “Ruangan itu gelap”, berarti hal ini menunjukkan bahwa menurut pendapat orang tersebut ruangan itu memang cocok dikatakan gelap.

3.                  Berdasarkan hubungan tanda dan acuan
a.                   Ikon, yaitu tanda yang menyatakan hubungan kemiripan, misal : peta, foto, patung dan lukisan realis.
b.                  Indeks, yaitu tanda yang menyatakan hubungan kedekatan eksistensi, hubungan kausal, misal : tiang penunjuk jalan, tanda panah penunjuk arah, asap tanda adanya api, halilintar tanda petir, mendung tanda hendak turun hujan, dsb.
c.                   Simbol, yaitu tanda yang menyatakan hubungan berdasarkan konvensi, misal : tanda-tanda kebahasaan. Kata manuk adalah simbol dari hasil konvensi. Mengapa manuk, tidak disebut pisang? Hal ini merupakan kesepakatan masyarakat yang bersifat arbitrer.
                                               
C.                Keikonikan dalam bahasa Jawa
Icon ‘arca’, ‘patung’.
Iconismus, ‘gambaran’, ‘lukisan, ‘penggambaran dengan kata-kata’.
Linguistik masa kini fokus pada bentuk-bentuk simbolik yang bersifat arbitrer. Padahal ada beberapa bentuk lingual memiliki hubungan kemiripan (ikonik)  antara bentuk, fungsi dan makna atau antara kode dengan maknanya. Pada bentuk-bentuk ini sifat ikonisitas dapat meliputi kemiripan bunyi, gerak dan bentuk. Dengan adanya sifat ikonisitas yang demikian maka sifat arbitrer menjadi kabur, misal sebagai berikut :
-          Bentuk manyul “menonjol” disebut dengkul.
-          Gerakannya berputar disebut munyer.
-          Suaranya ck...ck...ck disebut cecak.

Jenis keikonikan
1.      Yang diikonlingualkan : bunyi onomatope
-          Bentuk ikonik : kata.
-          Ciri formal       : keseluruhan atau sebagian deretan fonem pembentuk kata sebagai
  peniru suara yang diikonlingualkan, misal :
a.       Nomina nama binatang                       : cȇcak, tokek, derkuku, emprit
b.      Nomina nama benda                           : gong, sempritan, kenthongan
c.       Nomina nama gejala alam                   : gludhug, blȇdheg
d.      Verba penyebut tindakan                    : nuthuk, ngepruk, dhehem, methik
e.       Verba proses, peristiwa, keadaan        : ngȇntut, kȇpȇntut, ngorok, glegeken, ngȇsȇs
f.       Adverbia penunjuk peristiwa              : (mak) glȇgȇg, cȇgur, thok, plog, bur
2.      Yang diikonlingualkan : jarak
-      Bentuk ikonik : dua kata atau lebih.
-     Ciri formal      : perbedaan vokal dengan kesamaan konsonan, misal :
a.          iki-iku-ika ; kiyi-kuwi-kae
        Berfungsi sebagai kata tunjuk dekat, agak jauh dan jauh.
b.         kene-kono-kana
        Berfungsi sebagai penunjuk tempat dekat, agak jauh dan jauh.
c.          mrene-mrono-mrana
        Berfungsi sebagai penunjuk arah dekat, agak jauh dan jauh.
d.         sȇprene-sȇprono-sȇprana
        Berfungsi sebagai penunjuk waktu sekarang, agak lampau dan lampau.
e.          sȇmene-sȇmono-sȇmana
        Berfungsi sebagai penunjuk kuantitas benda sedikit, agak banyak dan banyak.
3.      Yang diikonlingualkan : gerak
-     Bentuk ikonik : kata, misal :
a.   Nomina nama binatang : ugȇt-ugȇt, undut-undur
b.   Verba tindakan             : ngesot, ngleset, krugȇt-krugȇt
c.   Adverb                          : gȇdhȇglikan
4.   Yang diikonlingualkan : bau
a.   Adjective : Walang sangit
5.   Yang diikonlingualkan : warna
a.   Nomina nama binatang : Walang kayu, sambȇliler
6. Yang diikonlingualkan : bentuk
A. Bentuk kecil
-     Bentuk ikonik : kata
-     Ciri formal      : vokal [i], misal :
a.          Adjective                               : cilik, lȇncir, sithik
b.         Nomina penunjuk benda       : krikil, pȇnthil, upil, inthil
c.          Nomina nama anak binatang : cindhil, tobil, prȇcil
d.         Verba                                     : mlirik, ngintik, nyekikik
e.          Verba dengan alat kecil         : ngutil, ngȇmpit, njȇpit, nyangking, njiwit, kinthil
f.          Adverbia                                : kȇmricik, kricik-kricik, klithik-klithik (klithikan),
                                                        prithil
B.    Bentuk besar
-      Bentuk ikonik            : kata.
Ciri formal keikonikan      : vokal [a], [o] dan konsonan [g] atau konsonan hambat bersuara, misal :
a.       Nomina penunjuk benda         : krakal, penthol
b.      Verba                                      : mlorok, nyekakak
c.       Adverbia                                 : kȇmrocok, krocok-krocok, klothok-klothok, prothol
C.  Derajat wujud, keadaan, misal :
a.   Mlirik-mlerek-mlorok-mlȇruk
b.   Digelangi-digulungi-digilingi
c.   Dithithiki-dithetheki-dithothoki-dithuthuki

Sumber :
Tugar review materi kuliah semiotik ini menggunakan referensi catatan kuliah semiotik yang Diampu oleh Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum.