Senin, 18 November 2013

Makalah filologi (penanganan dan pelestarian naskah)



Makalah Filologi
Disusun untuk memenuhi UKD 4  Mata Kuliah Pengantar Filologi
 yang Diampu oleh Drs. Wiryo Hendrosaputro, M. Si.



Disusun oleh
                         Dwi Lestari (C0111012)



JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

                                          PELESTARIAN DAN PENANGANAN NASKAH
 
  1. PENYELAMATAN NASKAH
Membeli naskah milik perorangan
Penyelamatan naskah banyak dilakukan oleh instansi-instansi penyimpan naskah. Di sana masih diadakan jual beli naskah perorangan. Naskah jawa masih banyak yang ada di perorangan dan belum diserahkan ke museum-museum tempat penyimpanan naskah meskipun anak cucunya sudah tidak paham naskah. Biasanya naskah diberikan kepada ahli waris yang terdekat.
Menyediakan tempat untuk menyimpan naskah
Tempat pelestarian naskah dilakukan di laboratorium filologi, misalnya di jurusan sastra daerah universitas sebelas maret. Menyimpan naskah dalam bentuk buku butuh tempat yang suhunya cukup agar kertasnya tidak mudah lapuk. Tempat penyimpanan naskah yang masih representatif adalah Widyabudaya.
Menyusun dalam daftar inventaris dan katalogus
Menyusun dalam daftar inventaris dan katalogus bertujuan agar mempermudah dalam mencari naskah, menghitung jumlah naskah yang dipinjam dan dikembalikan. Koleksi perorangan biasanya tidaksemakin bertambah justru semakin berkurang karena peminjam tidak mengembalikan atau sudah dikembalikan tetapi lupa. Hal ini bisa terjadi karena pemilik koleksi perorangan tidak menyusun daftar inventaris dan katalogus naskah.
Mengadakan perbaikan naskah(reparasi dan penjilidan)
Perbaikan naskah biasanya dilakukan di Reksapustaka, dan Sanapustaka. Terutama Reksapustaka sangat rajin sekali melakukan reparasi naskah. Reparasi naskah hanya untuk naskah-naskah yang dianggap tidak memiliki nilai magis karena untuk naskah-naskah yang memiliki nilai magis dikhawatirkan bisa membawa marabahaya.
Mengadakan perawatan naskah
Perawatan naskah dilakukan dengan cara mengatur suhu udara tempat penyimpanan naskah, melakukan translete/ transkrip naskah, dan membuat naskah dalam bentuk microfic/ microfilm serta dalam bentuk kamera digital.
  1. PELESTARIAN NASKAH
Membuat salinan atau turunan naskah
Salinan atau turunan naskah biasanya dibuat oleh Reksapustaka dalam bentuk translate atau transkrip naskah. Turunan naskah dilakukan saat sistem kerajaan masih berjalan namun seiring kemajuan zaman maka turunan naskah diganti  dengan cara fotokopi naskah. Meskipun sebenarnya sistem  fotokopi ini tidak baik karena panas yang dihasilkan mesin fotokopi bisa merusak naskah. Naskah yang sering difotokopi umurnya tidak akan mencapai ratusan tahun paling banyak usianya hanya sekitar 50-an tahun.Salinan naskah dapat pula dibuat dengan cara fotografis dan microfilm, misal  proyek manuskrip yang dilakukan  kraton Surakarta. Di Bali naskah disalin pada daun lontar dan kemudian di simpan di museum Kirtya Budaya.
Membuat reproduksi fotografi(berupa mikrofilm atau mikrofis)
Pelestarian naskah dengan cara dibuat mikrofis atau mikrofilm tidak merusak naskah akan tetapi biayanya mahal. Alat baca mikrofilm adalah mikrofilm reader sedangkan alat untuk mencetak dinamakan  mirofilm reader printer. Alat ini muncul sekitar tahun 2000-an, yang memiliki alat ini adalah PNRI dan jurusan sastra daerah universitas sebelas maret.
Membuat suntingan naskah( dengan menerapkan  metode kritik teks tertentu)
Metode kritik teks ada 5 macam yaitu:
a.       Metode intuitif
Peneliti dalam mengerjakan naskah masih individu. Metode ini dilakukan pada penelitian awal.
b.      Metode objektif
Suatu penelitian yang dilihat dari naskah yang sebenarnya. Seolah-olah semua dikerjakan.
c.       Metode gabungan
Yaitu metode kritik teks di mana suntingan teksnya dari gabungan naskah-naskah. Dasarnya dari naskah-naskah yang mengalami kesalahan kemudian diperbaiki.
d.      Metode landasan
Yaitu metode kritik teks dengan hanya menggunakan salah satu naskah dengan perbandingan nasklah yang paling baik.
e.      Metode edisi naskah tunggal
Naskah jamak makla harus diperbandingkan dengan naskah-naskah yang lain.
Naskah tunggal maka tidak perlu diperbandingkan dengan naskah-naskah yang lain.
Membuat suntingan naskah tergantung pada penyuntingan naskah berdasar keadaan naskah. Apabila jumlah naskah banyak maka digunakan metode induk dan stemma, jika naskah hanya satu maka dapat diterapkan metode diplomatik, kritik teks, dan fotografi.

Susunan stema terdiri dari
  1. Naskah arketip(nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan)
  2. Naskah hiparketip(kepala keluarga naskah-naskah)
  3. Metode stema hanya dapat diterapkan apabila teks disalin satu demi satu dari atas ke bawah, dari contoh ke salinan.
Membuat salinan naskah ini butuh teori, waktu, dan kesabaran. Biasanya dibuat oleh mereka yang sedang melakukan penelitian untuk membuat skripsi, disertasi, tesis, tugas akhir, dll.
Membuat digitalisasi naskah
Pembuatan digitalisasi naskah ini biasanya dilakukan oleh Manassa(masyarakat pernaskahan nusantara). Misalnya pada tahun 1994 berdiri lembaga study jawa yang melakukan pembuatan audiovisual seperti toprak, , naskah film jawa, dsb. Lembaga study jawa ini bertempat di ringroad Yogya yang berasal dari Gramedia.
  1. PENELITIAN NASKAH DAN TEKS
Dapat dilakukan dari segi sastra(analisis dan interpretasi terhadap hal-hal yang di luarnya maupun lingkungan yang melatarbelakangi
Dari segi sastra misalnya naskah Babad terkepung yang di dalamnya menceritakan Pragman Nur Saleh diangkat oleh raja sebagai penasehatnya. Kemudian yang dilakukan  Nur Saleh adalah meniup kompeni sehingga kompeni lari terbirit-birit.
Dilakukan dalam segi bahasa(analisis ketatabahasaan naskah dan latar belakang penulisannya) : karya ilmiah dalam jenjang pendidikan tertentu(paper, skripsi, tesis, dan disertasi)
Naskah bisa digunakan sebagai  sumber data dalam penelitian bahasa jawa kuna. Misal: membandingkan basa jawa kuna, basa jawa tengahan, dan basa jawa baru serta dialek. Terdapat perbedaan pada periode jawa kuna, jawa tengahan, dan baru karena ada suara panjang dan pendek.
Contoh:
Dibya                                                     dibya

Hru                                                         hru


Segi kebudayaan Jawa
Kebudayaan Jawa jika digambarkan berupa lingkaran, linier, dan spiral. Seharusnya semua unsur tersebut terdapat dalam kebudayaan jawa, akan tetapi persoalannya banyak masyarakat yang tidak paham dengan hal teersebut. Sekat hanya penanda diakronis yang tidak bisa disebut sebagai pewatas.Misal  dalam kebudayaan  jawa, kuna tetap berlaku, pertengahan berkembang yang kemudian lama kelamaan kuna semakin menghilang.

  1. SISTEM PENDAYAGUNAAN NASKAH DAN TEKS
Naskah mengandung isi yang bermacam-macam, maka perlu menjawab pertanyaan apa manfaat naskah?
Naskah adalah cagar budaya, artinya keberadaan naskah dilindungi oleh undang-undang. Naskah tersimpan di museum karena museum merupakan tempat penyimpanan naskah. Naskah jawa banyak yang tersimpan di luar negeri seperti yang tersimpan di universitas Belanda. Naskah-naskah yang tersimpan di universitas ini raknya disendirikan dan tidak boleh dibuka oleh orang Indonesia karena dimungkinkan ada hal-hal yang berbau politik.
Naskah mengandung isi yang beraneka ragam mencakup segala sisi kehidupan mulai dari sastra, IPTEK, budaya, adat istiadat, bahasa, pengobatan, arsitektur jawa,religi,  dll. Manfaat naskah adalah untuk  membantu pengembangan bidang-bidang tersebut.
Contoh naskah yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari:  kidung tumeksa ing wengi digunakan oleh ibu-ibu untuk menenangkan anak-anaknya yang menangis tidak diam-diam, naskah yang ada di pondok  merupakan naskah yang dianggap sakral/ mengandung nilai-nilai keagamaan.
Merupakan sumber bagi pengertian terhadap berbagai segi kehidupan dan kebudayaan
Orang jawa bisa memilki pengetahuan dan pemahaman yang sama  di bidang kehidupan mulai dari sastra, IPTEK, budaya, adat-istiadat, bahasa, pengobatan, arsitektur jawa, religi, dll karena mereka memiliki sumber yang sama yaitu berupa naskah. Misal: dengan berpedoman naskah orang jawa tahu perbedaan bahasa pada periode jawa baru, kuna, dan tengahan yaitu karena ada suara panjang dan pendek antara  hru                            hru
                                                                               
                                                                                Dibya                     dibya



Untuk menunjang usaha-usaha pembinaan jiwa dalam pembangunan kepribadian
Pembinaan jiwa dalam pembangunan kepribadian  ini bersangkut paut dengan adat dan etika. Misal: tidak boleh pergi ke pantai memakai pakaian serba jeans. Di tempat wisata yang  baik sekali kita tidak boleh menebang pohon karena dikhawatirkan bisa terjadi sesuatu., Mangkunegaran sampai Sendangsewangi dianggap memiliki kekuatan untuk melawan Belanda.
  1. BAPENYERLUASAN NASKAH DAN TEKS
Penerbitan segala hasil kegiatan
Penerbitan segala hasil kegiatan ini bisa melalui seminar, loka karya, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, akses naskah jawa melalui internet.

Suntingan naskah dengan terjemahan dan pembahasannya
Dengan naskah disunting dan diterjemahkan hal itu termasuk penyebarluasan naskah. Naskah perlu disunting, diterjemahkan, dan dibahas. Misal: Naskah Kidung Tumeksa ing Wengi.
Terutama hasil-hasil penelitian naskah
Hasil penelitian naskah sudah diuji lewat berbagai fase atau tahap. Misalnya skripsi, tesis, disertasi, dll.
Pernah dilakukan oleh Balai Pustaka yang dibiayai oleh pemerintah
Pada era tahun 90-an Balai Pustaka banyak menerbitkan serat-serat jawa dan naskah-naskah jawa. Kegiatan ini dilakukan oleh proyek sehingga pengerjaannya mengejar kuantitas daripada kualitas, alhasil kurang tepat semua hasil produksi naskahnya.
PNRI sebagai motor
PNRI atau museum pusat Jakarta terletak di Jakarta.Maksudnya PNRI sebagai motor  adalah naskah yang terdapat di seluruh nusantara bisa ditarik oleh PNRI. Misal serat Wedhatama yang ada di Yogyakarta bisa ditarik oleh PNRI.
  1. PENGELOMPOKAN NASKAH BERDASARKAN RAGAM
Kata kunci katalog menurut penjelasan dari bapak Hendro adalah DAFTAR NASKAH
  1. KATALOG NASKAH LOKAL
Katalog naskah lokal adalah katalog naskah yang ada di masing-masing tempat penyimpanan. Sistem pembuatannya tidak standar, disusun berdasarkan kemampuan dan kemauan pembuat itu sendiri. Misal katalog yang ada di Radyapustaka yang berulangkali ganti. Penyebabnya adalah pengelolaan yang ditangani oleh berbagai pihak, yaitu yayasan. Alasannya katalog yang ada dianggap rusak.
Dari pengertian di atas dapat dijabarkan ciri-ciri katalog lokal adalah sebagai berikut:
a.       Daftar naskah yang terdapat di suatu tempat penyimpanan naskah sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
b.      Merupakan daftar yang dibuat berdasarkan kriteria tertentu, dengan tujuan untuk memudahkan di dalam mencari dan menemukan naskah yang dimaksud.
c.       Nomor naskah dibuat dengan kondisi setempat dan belum terdeskripsi dengan baik dan lengkap.
d.      Apabila ingin memahami dan membacanya harus ke tempat katalog lokal itu berada.
  1. KATALOG NASKAH NASIONAL
Katalog naskah nasional adalah katalog naskah yang dibuat, diterbitkan secara nasional, bahkan regional dan internasional. Contoh katalog nasional adalah katalog Brandes yang terdapat di museum pusat di jakarta. Katalog nasional dibuat oleh ahli yang kompeten. Misal nomor 1955, judul Wedhatama, bentuk puisi 10 pupuh, 900 bait, 500 halaman, pengarang tidak disebutkan, isi bagaimana seseorang menjalankan etika dengan baik.  Dari pengertian di atas dapat diuraikan ciri-ciri katalog naskah nasional sebagai berikut:
a.       Daftar naskah yang dibuat secara sistematis dengan kriteria tertentu dan sangat memudahkan dalam pencarian suatu naskah.
b.      Dibuat oleh para ahli yang berkompeten sehingga disertai dengan beberapa hal yang berkaitan dengan naskah.
c.       Diterbitkan dan beredar ke mana-mana untuk kepentingan siapa saja yang membutuhkan.

  1. KATALOG NASKAH YANG LAINNYA
Katalog naskah lokal adalah katalog naskah yang umumnya dimiliki oleh orang perorangan, kolektor naskah, dan  kelompok tertentu. Sistem pembuatan katalognya tergantung kehendak individu/ kelompok. Misal ada kelompok yang membuat katalog seperti kalau menomori buku, sistemnya buku yang dinomori terlebih dahulu adalah buku awal yang dia beli. Nomor tersebut diberikan oleh individu/ kelompok berdasarkan karakter, misal: H059. Dari pengertian di atas dapat dijabarkan ciri-ciri naskah yang lainnya adalah sebagai berikut:
a.       Suatu  daftar naskah yang dibuat dengan tidak mengikuti sistem seperti yang lazim dilakukan oleh para pembuat katalog.
b.      Pada umumnya dibuat berdasarkan selera pribadi, sehingga orang lain merasakan ada kesulitan.
c.       Merupakan daftar naskah sebagai inventaris pribadi.
  1. NASKAH-NASKAH NUSANTARA DAN PARA PENELITINYA
  1. PENJENISAN NASKAH NUSANTARA
Berdasarkan tipologi tertentu, ragam yang menjadi ciri khas yang dikandungnya.
  1. KATALOG PIGEAUD
Pigeaud yang tua renta sampai sekarang masih selalu menggeluti naskah-naskah jawa koleksi universitas Leiden., telah berhasil membuat katalogus naskah  jawa yang tersimpan dalam perpustakaan lembaga tersebut, dan beberapa lembaga lain di eropa serta Indonesia.
 Katalog Pigeaud dibagi menjadi 4 kali terbit karena memang terdiri dari 4 jilid. Pigeaud dikenal dengan sebutan Hs. Th. P yaitu kepanjangan dari Handscripant Theodore Pigeaud. Pigeaud pernah menghibahkan naskah ke museum UI Jakarta. Katalog pigeaud terbit pada tahun 1976, 1968, 1970, 1980: Literatire of Java, The Hague: Martinus Nijjhoff.  Katalog Pigeaud dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
  1. Agama dan etika.
  2. Sejarah dan mitologi.
  3. Sastra indah.
  4. Ilmu pengetahuan, kesenian, ilmu sastra, hukum, foklor, adat istiadat dan serba-serbi.
Pembagian di atas dipandang mencerminkan 4 hal yang berkaitan erat dengan konsep dasar alam pikiran jawa. Demikianlah naskah jenis a) merupakan kelompok yang dianggap cukup penting dan mendasar.kemudian naskah jenis b) keduanya saling berjalinan bahkan adakalanya berkaitan dengan jenis a.naskah jenis c) banyak yang mengandung unsur-unsur jenis a dan b.naskah jenis d) memancarkan konsep dasar kebudayaan jawa dalam segala segi kehidupan. Sebaliknya naskah jenis d juga mengandung naskah jenis a, b, dan c. Contohnya adalah serat Centhini.
  1. KATALOG GIRARDET-SOETANTO(1983)
Girardet memiliki perhatian yang besar terhadap naskah jawa. Ia dengan bantuan Soetanto telah berhasil menyusun katalogus  naskah jawa(manuskrip) dan juga yang telah tercetak(printed books)  yang terdapat di Surakarta dan Yogyakarta. Naskah-naskah jawa tersebut khususnya yang tersimpan dalam koleksi perpustakaan-perpustakaan: kraton Surakarta, pura mangkunegaran, museum Radyapustaka, kraton Yogyakarta, pura pakualaman, dan museum sanabudaya. Girardet-Soetanto membagi naskah-naskah tersebut menjadi 4 bagian, yaitu:
  1. Kronik, legenda, dan mite.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah: babad, pakem, wayang purwa, menak, panji, pustakaraja, dan silsilah.
  1. Agama, filsafat, dan etika.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang mengandung unsur-unsur hinduisme, budisme, mistik jawa, kristen, magi dan ramalan, sastra wulang.
  1. Peristiwa kraton, hukum, risalah, peraturan-peraturan.
  2. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalana, perdagangan, masak-memasak, dsb.
Alasan Girardet-Soetanto meletakkn kronik, legenda, dan mite pada bagian teratas adalah karena sebelum agama lahir hal ini sudah banyak yang menganut.
  1. KATALOG BRANDES(1901, 1903, 1904, 1916)
Brandes(1857-1905) adalah murid Vreed dan Kern. Pada tahun 1885 brandes berguru kepada Van deer Tuuk di Singaraja. Setelah Vandeer Tuuk meninggal dunia pada tahun 1894, Brandes ditugaskan menyusun bahan-bahan hasil  penelitian yang  telah dikerjakan oleh Vandeer Tuuk. Diantara bahan-bahan yang telah terkumpul itu adalah katalogus naskah Jawa, Bali, dan Sasak. Katalog tersebut terbit dalam 4 jilid. Penyajian tidak digolong-golongkan tetapi disusun berurutan mengikuti abjad naskah, jelasnya sebagai berikut:
  1. Jilid 1(1901)                         : Adigama-Ender
  2. Jilid 2(1903)                         : Gatotkacasraya-Putrupasaji
  3. Jilid 3(1904)                         : Rabut sakti-Yusup
  4. Jilid 4(1915)                         : Naskah-naskah tak berjudul
Contoh mencari judul naskah menggunakan katalog Brandes:
Bomakawya, berawal huruf B berarti masuk jilid 1.
Hanoman Obong, berawal huruf O berarti masuk jilid 2, dst.
  1. FILOLOG ASING
Kajian filologi terhadap naskah-naskah nusantar bertujuan untuk menyunting, menganalisis, serta membahas naskah, terutama ditekankan pada penyuntingan naskah. Hasil suntingan itu umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, ialah huruf jawa, jawi, dan pegon.
Para filolog asing antara lain:
T. Roorda menghasilkan karya berupa kamus bahasa jawa yang berjudul Javansche-Nederlansche Hanwoordenboek(1901).
 Vreede menghasilkan suntingan naskah berbahasa Madura berjudul  Tjarita Brakaj yang dilakukan pada tahun 1878 berupa edisi diplomatik.
, H. H. Juynboll menghasilkan beberapa suntingan teks Mahabharat berjudul Adiparwa, Oudjavanesche prozagessschrift(1906) dalam transliterasi huruf latin serta suntingan disertai terjemahan berjudul Drie Boeken van  oud-javanesche Mahabharata in Kawi-teks en Nederlansche vertaling(1893).
 Cohen Stuart menghasilkan karya Bratajoeda( 1860). Karya ini 5 buku ada di perpus Leiden dan 2 buku ada di perpustakaan Bali. Karya ini tidak dikerjakan secara objektif akan tetapi intuitif untuk mengetahui ketuaan naskah. Penerapan metode intuitif maksudnya 7 naskah ini tidak dikerjakan secara stema akan tetapi dikerjakan secara individu, semua naskah saling melengkapi, yang paling lengkap itulah yang paling dekat dengan naskah aslinya.
J. Brandes menghasilkan karya negarakertagama(1902). Ia adalah orang belanda yang menghibahkan naskah, terkenal dengan katalognya yang bernama katalog Brandes yang menjadi katalog nasional paling standart.
J. Kats menghasilkan karya-karya  seperti Sang Hyang Kamahayanikan, Oud Javansche tekst met inleiding, Vertaling en aanteekeningen pada tahun 1910.
C. Hooykaas menghasilkan karya dengan judul  A History of Malay Literature Winstedt(1940), Letterkunde van de Indische archipel(1947), dan Over Maleise Literature(1947).
J. Gonda menghasilkan suntingan berjudul Letterkunde  van de Indische Archipel dan Brahmandapurana pada tahun 1932.
A. Fokker , C.C. Berg menghasilkan karya berupa penulisan sejarah jawa (1974).
H. Kern menghasilkan Ramayana Kakawin(1900). Dalam kitab Kakawin ini ditemukan naskah yang berbeda. Mereka belum bisa mengidentifikasi mana naskah yang paling tua dari naskah yang lainnya.
N.J. Krom, Th. P. Pigeaud, Ricklefs, Voorhove.
Zootmulder menghasilkan karya dalam bentuk English dan Indonesia.  Karyanya yang terkenal antara lain berjudul Kakawin (1974) dan Uljavan English dictionary. Salah satu koleksi naskah jawa kuno yang dimilik Zoetmulder untuk univesitas Sanatadarma di simpan di museum Artati.
Andreas Teeuw bergelar DR Honorescausa, yaitu gelar yang diberikan lembaga karena punya jasa khusus . Terbitan beliau antara lain Het Bhomakawya(1946), dan terbitan beliau yang terakhir  berjudul Sastra dan Ilmu Sastra pada tahun 1984.
S. Robson memiliki Hikayat Andaken Penurat (1969).
Girardet
Girardet memiliki perhatian yang besar terhadap naskah jawa. Ia dengan bantuan Soetanto telah berhasil menyusun katalogus  naskah jawa(manuskrip) dan juga yang telah tercetak(printed books)  yang terdapat di Surakarta dan Yogyakarta. Naskah-naskah jawa tersebut khususnya yang tersimpan dalam koleksi perpustakaan-perpustakaan: kraton Surakarta, pura mangkunegaran, museum Radyapustaka, kraton Yogyakarta, pura pakualaman, dan museum sanabudaya. Girardet-Soetanto membagi naskah-naskah tersebut menjadi 4 bagian, yaitu:
  1. Kronik, legenda, dan mite.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah: babad, pakem, wayang purwa, menak, panji, pustakaraja, dan silsilah.
  1. Agama, filsafat, dan etika.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang mengandung unsur-unsur hinduisme, budisme, mistik jawa, kristen, magi dan ramalan, sastra wulang.
  1. Peristiwa kraton, hukum, risalah, peraturan-peraturan.
  2. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalana, perdagangan, masak-memasak, dsb.
Alasan Girardet-Soetanto meletakkn kronik, legenda, dan mite pada bagian teratas adalah karena sebelum agama lahir hal ini sudah banyak yang menganut.
J.J Ras menghasilkan karya berjudul Hikayat  Banjar (1968), Willem van der Molen.
C. FILOLOG INDONESIA
        Mpu Dharmaja, Mpu Tantular, Mpu Tanakung, Mpu Prapanca, Prijohoetomo, Haryati Soebadio, A. Ikram(Hikayat Sri Rama, 1978), Supomo(Arjunawijaya, 1977), Harsya W. Bachtar, Siti Baroroh Baried, Darusuprapta, Siti Chamamah S.
Para filolog ini sudah menggunakan metode filologi. Dari tokoh-tokoh ini yang masih hidup antar lain Harsya W. Bachtiar, Siti Chamamah.D.PENYUNTINGAN NASKAH
1.    PENYELAMATAN NASKAH
Membeli naskah milik perorangan
Penyelamatan naskah banyak dilakukan oleh instansi-instansi penyimpan naskah. Di sana masih diadakan jual beli naskah perorangan. Naskah jawa masih banyak yang ada di perorangan dan belum diserahkan ke museum-museum tempat penyimpanan naskah meskipun anak cucunya sudah tidak paham naskah. Biasanya naskah diberikan kepada ahli waris yang terdekat.
Menyediakan tempat untuk menyimpan naskah
Tempat pelestarian naskah dilakukan di laboratorium filologi, misalnya di jurusan sastra daerah universitas sebelas maret. Menyimpan naskah dalam bentuk buku butuh tempat yang suhunya cukup agar kertasnya tidak mudah lapuk. Tempat penyimpanan naskah yang masih representatif adalah Widyabudaya.
Menyusun dalam daftar inventaris dan katalogus
Menyusun dalam daftar inventaris dan katalogus bertujuan agar mempermudah dalam mencari naskah, menghitung jumlah naskah yang dipinjam dan dikembalikan. Koleksi perorangan biasanya tidaksemakin bertambah justru semakin berkurang karena peminjam tidak mengembalikan atau sudah dikembalikan tetapi lupa. Hal ini bisa terjadi karena pemilik koleksi perorangan tidak menyusun daftar inventaris dan katalogus naskah.
Mengadakan perbaikan naskah(reparasi dan penjilidan)
Perbaikan naskah biasanya dilakukan di Reksapustaka, dan Sanapustaka. Terutama Reksapustaka sangat rajin sekali melakukan reparasi naskah. Reparasi naskah hanya untuk naskah-naskah yang dianggap tidak memiliki nilai magis karena untuk naskah-naskah yang memiliki nilai magis dikhawatirkan bisa membawa marabahaya.
Mengadakan perawatan naskah
Perawatan naskah dilakukan dengan cara mengatur suhu udara tempat penyimpanan naskah, melakukan translete/ transkrip naskah, dan membuat naskah dalam bentuk microfic/ microfilm serta dalam bentuk kamera digital.

2. PELESTARIAN NASKAH
Membuat alih aksara
Salinan atau turunan naskah biasanya dibuat oleh Reksapustaka dalam bentuk translate atau transkrip naskah. Turunan naskah dilakukan saat sistem kerajaan masih berjalan namun seiring kemajuan zaman maka turunan naskah diganti  dengan cara fotokopi naskah. Meskipun sebenarnya sistem  fotokopi ini tidak baik karena panas yang dihasilkan mesin fotokopi bisa merusak naskah. Naskah yang sering difotokopi umurnya tidak akan mencapai ratusan tahun paling banyak usianya hanya sekitar 50-an tahun.Salinan naskah dapat pula dibuat dengan cara fotografis dan microfilm, misal  proyek manuskrip yang dilakukan  kraton Surakarta. Di Bali naskah disalin pada daun lontar dan kemudian di simpan di museum Kirtya Budaya.
Membuat reproduksi fotografi(berupa mikrofilm atau mikrofis)
Pelestarian naskah dengan cara dibuat mikrofis atau mikrofilm tidak merusak naskah akan tetapi biayanya mahal. Alat baca mikrofilm adalah mikrofilm reader sedangkan alat untuk mencetak dinamakan  mirofilm reader printer. Alat ini muncul sekitar tahun 2000-an, yang memiliki alat ini adalah PNRI dan jurusan sastra daerah universitas sebelas maret.
Membuat suntingan naskah( dengan menerapkan  metode kritik teks tertentu)
Metode kritik teks ada 5 macam yaitu:
a.       Metode intuitif
Peneliti dalam mengerjakan naskah masih individu. Metode ini dilakukan pada penelitian awal.
b.      Metode objektif
Suatu penelitian yang dilihat dari naskah yang sebenarnya. Seolah-olah semua dikerjakan.
c.       Metode gabungan
Yaitu metode kritik teks di mana suntingan teksnya dari gabungan naskah-naskah. Dasarnya dari naskah-naskah yang mengalami kesalahan kemudian diperbaiki.
d.      Metode landasan
Yaitu metode kritik teks dengan hanya menggunakan salah satu naskah dengan perbandingan nasklah yang paling baik.
e.      Metode edisi naskah tunggal
Naskah jamak makla harus diperbandingkan dengan naskah-naskah yang lain.
Naskah tunggal maka tidak perlu diperbandingkan dengan naskah-naskah yang lain.
Membuat suntingan naskah tergantung pada penyuntingan naskah berdasar keadaan naskah. Apabila jumlah naskah banyak maka digunakan metode induk dan stemma, jika naskah hanya satu maka dapat diterapkan metode diplomatik, kritik teks, dan fotografi.
Susunan stema terdiri dari
a. Naskah arketip(nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan)
b. Naskah hiparketip(kepala keluarga naskah-naskah)
c.Metode stema hanya dapat diterapkan apabila teks disalin satu demi satu dari atas ke bawah, dari contoh ke salinan.
Membuat salinan naskah ini butuh teori, waktu, dan kesabaran. Biasanya dibuat oleh mereka yang sedang melakukan penelitian untuk membuat skripsi, disertasi, tesis, tugas akhir, dll.
Membuat digitalisasi naskah
Pembuatan digitalisasi naskah ini biasanya dilakukan oleh Manassa(masyarakat pernaskahan nusantara). Misalnya pada tahun 1994 berdiri lembaga study jawa yang melakukan pembuatan audiovisual seperti toprak, , naskah film jawa, dsb. Lembaga study jawa ini bertempat di ringroad Yogya yang berasal dari Gramedia.
3.PENELITIAN NASKAH DAN TEKS
Dapat dilakukan dari segi sastra(analisis dan interpretasi terhadap hal-hal yang di luarnya maupun lingkungan yang melatarbelakangi
Dari segi sastra misalnya naskah Babad terkepung yang di dalamnya menceritakan Pragman Nur Saleh diangkat oleh raja sebagai penasehatnya. Kemudian yang dilakukan  Nur Saleh adalah meniup kompeni sehingga kompeni lari terbirit-birit.
Dilakukan dalam segi bahasa(analisis ketatabahasaan naskah dan latar belakang penulisannya) : karya ilmiah dalam jenjang pendidikan tertentu(paper, skripsi, tesis, dan disertasi)
Naskah bisa digunakan sebagai  sumber data dalam penelitian bahasa jawa kuna. Misal: membandingkan basa jawa kuna, basa jawa tengahan, dan basa jawa baru serta dialek. Terdapat perbedaan pada periode jawa kuna, jawa tengahan, dan baru karena ada suara panjang dan pendek.
Contoh:
Dibya                                                     dibya

Hru                                                         hru


Segi kebudayaan Jawa
Kebudayaan Jawa jika digambarkan berupa lingkaran, linier, dan spiral. Seharusnya semua unsur tersebut terdapat dalam kebudayaan jawa, akan tetapi persoalannya banyak masyarakat yang tidak paham dengan hal teersebut. Sekat hanya penanda diakronis yang tidak bisa disebut sebagai pewatas.Misal  dalam kebudayaan  jawa, kuna tetap berlaku, pertengahan berkembang yang kemudian lama kelamaan kuna semakin menghilang.
  1. PENDAYAGUNAAN NASKAH DAN TEKS
Naskah digunakan untuk terjemahan, macapatan dan pembahasannya, sarasehan, ceramah, selain itu naskah juga  mengandung isi yang beraneka ragam mencakup segala sisi kehidupan mulai dari sastra, IPTEK, budaya, adat istiadat, bahasa, pengobatan, arsitektur jawa,religi,  dll. Manfaat naskah adalah untuk  membantu pengembangan bidang-bidang tersebut.
  1. PENYEBARLUASAN NASKAH DAN TEKS
Penerbitan segala hasil kegiatan
Penerbitan segala hasil kegiatan ini bisa melalui seminar, loka karya, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, akses naskah jawa melalui internet.

Suntingan naskah dengan terjemahan dan pembahasannya
Dengan naskah disunting dan diterjemahkan hal itu termasuk penyebarluasan naskah. Naskah perlu disunting, diterjemahkan, dan dibahas. Misal: Naskah Kidung Tumeksa ing Wengi.
Terutama hasil-hasil penelitian naskah
Hasil penelitian naskah sudah diuji lewat berbagai fase atau tahap. Misalnya skripsi, tesis, disertasi, dll.
Pernah dilakukan oleh Balai Pustaka yang dibiayai oleh pemerintah
Pada era tahun 90-an Balai Pustaka banyak menerbitkan serat-serat jawa dan naskah-naskah jawa. Kegiatan ini dilakukan oleh proyek sehingga pengerjaannya mengejar kuantitas daripada kualitas, alhasil kurang tepat semua hasil produksi naskahnya.
PNRI sebagai motor
PNRI atau museum pusat Jakarta terletak di Jakarta.Maksudnya PNRI sebagai motor  adalah naskah yang terdapat di seluruh nusantara bisa ditarik oleh PNRI. Misal serat Wedhatama yang ada di Yogyakarta bisa ditarik oleh PNRI.

Deskripsi naskah pribadi serat aribasa



DESKRIPSI NASKAH PRIBADI SERAT ARIBASA 
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS UKD 1 MATA KULIAH FILOLOGI JAWA
 YANG DIAMPU OLEH Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum






DISUSUN OLEH
DWI LESTARI (C0111012)




JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

1.      Deskripsi Naskah.
Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri (1986: 2).
Berikut ini uraian deskripsi naskah serat Aribasa :
  1. Judul naskah
Judul naskah adalah Aribasa. Judul naskah ini diperoleh dari sampul depan naskah bagian luar. Berikut adalah foto sampul naskah :
                
1.1  Gambar sampul naskah                             1.2 Gambar sampul naskah                   
  1. Nomor naskah
 Dalam naskah yang berjudul Aribasa ini tidak ditemukan nomor naskah karena naskah ini merupakan naskah koleksi pribadi.
  1. Tempat penyimpanan naskah
 Bertempat di rumah Yusi Nurcahya Dewi yang beralamat di jln. Garuda 29b, Kismobudoyo, Banaran, Boyolali.
  1. Asal naskah
Naskah ini diperoleh dari Yusi Nurcahya Dewi yang beralamat di jalan Garuda 29b, Kismobudoyo, Banaran, Boyolali.
  1. Keadaan Naskah
 Keadaan naskah cukup baik. Naskah dijilid dengan rapi dan dijahit memakai benang. Teksnya dapat dibaca dengan jelas, ada lubang-lubang kecil karena dimakan rayap pada halaman cover dan halaman teks sebelah kanan agak ke bawah. Lubang-lubang kecil tersebut tidak berada di atas huruf tetapi di bagian halaman yang tidak ditulisi sehingga tidak mengganggu kelancaran proses membaca teks / naskah tersebut.
  1. Ukuran Naskah :
  1. Halaman ganjil
Margin kanan : 1,1 cm                        - Margin atas   : 1,4 cm
Margin kiri      : 1.2 cm                       - Margin bawah : 0,7 cm
  1. Halaman genap
Margin kanan : 1,2 cm                        - Margin atas   : 1,4 cm
Margin kiri      : 1 cm                          - Margin bawah : 0,5 cm
  1. Tebal Naskah : 0,2 cm.
  2. Jumlah halaman naskah
  1. Halaman yang ditulisi                         : 36 halaman
  2. Halaman kosong                                 : 0 halaman
  3. Cover depan + cover belakang           : 2 halaman
  4. Jumlah seluruh halaman                      : 38 halaman
  1. Jumlah baris tiap halaman
  1. Halaman ganjil : 14 baris / halaman.
  2. Halaman genap : 14 baris / halaman.
  1. Huruf, aksara, tulisan
  1. Huruf
 Jawa.
  1. Aksara
Aksara Jawa carik dengan gaya penulisan miring ke kanan.
  1. Tulisan
Jarak antar huruf  dan antar baris renggang. Ukuran huruf sedang dan bentuk huruf mbata, tulisan mudah dibaca.
  1. Cara penulisan
Cara penulisan naskah adalah ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara berdampingan lurus ke samping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Sebelah kiri dan kanan halaman diberi garis bantu tipis menggunakan pensil dengan tujuan agar penulisan teks bisa rapi dan tidak berbelok-belok. Cara penulisan huruf menggantung pada garis halaman naskah bagian atas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/ tajam sehingga tidak tembus ke belakang.  Tanda berhenti lama dalam naskah / teks ditandai dengan tanda titik sedangkan tanda berhenti sementara ditandai dengan sandangan pangku. Tidak ditemukan tanda berhenti dirgamelik, dirgamuluk serta dirgangure pada teks. Bagian penting pada naskah tersebut ditandai dengan pada pangkat. Pembenaran penulisan kata yang salah ditulis disampingnya, di dalam tanda kurung dan ditandai kata van sebelum penulisan kata yang benar. Di dalam naskah tersebut ditemukan catatan seperti catatan kaki di akhir kalimat, misal tulisan PB IV 65-3, Entie IZ II, dsb. Di dalam naskah juga terdapat bahasa Belanda yang berfungsi sebagai penjelas kata-kata atau kalimat dalam naskah tersebut, seperti kata Belanda zie yang artinya lihat dan kata  niet artinya bukan. Berikut ini gambar naskah yang ada bahasa Belanda dan catatan kaki.
1.3 Gambar naskah yang ada bahasa Belanda.
1.4 Gambar naskah yang ada catatan kaki.

1.5 Gambar naskah yang ada pembenaran penulisan kata yang salah.          
  1. Bahan naskah
 Bahan naskah adalah kertas folio bergaris, warna kertas coklat, ketebalan kertas sedang. Bahan cover / sampul sejenis dengan kertas stopmap berwarna yang ada pada zaman sekarang. Warna cover / sampul abu-abu. Pada sampul naskah terdapat tulisan N. V. Internationale Credit-en Handels-Vereeniging “Rotterdam”, yang menjadi penunjuk bahwasanya kertas tersebut dicetak pada zaman Belanda.
  1. Bahasa naskah
 Secara umum bahasa naskah adalah bahasa Jawa krama + bahasa Jawa ngoko. Ada juga beberapa kata bahasa Belanda dan kata kawi, namun demikian secara keseluruhan bahasa naskah mudah dipahami.
  1. Bentuk Teks
  2.  Sebagian besar bentuk teks adalah gancaran atau prosa, namun ada beberapa teks yang berbentuk tembang. Hal ini ditandai dengan adanya pada mangajapa yang menjadi penanda awal tembang. Tembang yang ada pada teks tersebut adalah cuplikan dari gatra / baris tembang mijil dan asmaradana. Hal ini dapat diketahui dari tulisan dalam tanda kurung sesudah tembang tersebut yang bertuliskan mijil dan asmaradana. Berikut ini adalah gambar naskah yang mengandung cuplikan kedua tembang tersebut :
  1. Umur naskah  
 Dalam katalog tidak ditemukan naskah Aribasa dan dalam naskah / kolofon tidak  disebutkan, jadi tidak tahu kapan tahun pembuatannya dan berapa usianya tapi dilihat dari bahan naskah, termasuk naskah baru.
  1. Pengarang atau penyalin
 Dalam katalog tidak ditemukan naskah Aribasa dan dalam naskah / kolofon tidak  disebutkan, jadi tidak diketahui siapa pengarang / penyalin naskah.
  1. Asal-usul naskah
 Surakarta
  1. Fungsi sosial naskah
 Tidak ada fungsi sosial khusus dari naskah yang berjudul Aribasa tersebut. Hanya mungkin saja fungsi naskah tersebut dahulu untuk belajar bersama-sama. Jadi dari hasil pemikiran mereka ketika belajar kelompok dikumpulkan dan ditulis menjadi 1 buku yang selanjutnya diberi judul Aribasa (kamus).
  1. Ikhtisar cerita naskah 
 Naskah yang berjudul Aribasa tersebut merupakan kamus yang berisi beraneka ragam tembung Jawa dan kawi beserta penjelasan maknanya, serta paribasan (ungkapan tradisional) beserta penjelasan dan contohnya, misal :
A.     Penjelasan kata kurban yang berbunyi sebagai berikut :
Kurban ngakekah menika tembung rangkep ;
Kurban ; sidhekah.
Ngakekah ; inggih sidhekah.
B.     Penjelasan kata dana driyah  yang berbunyi sebagai berikut ;
Punika tembung rangkep, dana = paweweh, driyah inggih paweweh.