TUGAS
REVIEW MATERI KULIAH SEMIOTIK
Sebagai
Tugas Mata Kuliah Semiotik yang Diampu oleh Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum.
Disusun
oleh
Dwi
Lestari (C0111012)
JURUSAN
SASTRA DAERAH
FAKULTAS
SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
A.
Pengertian Semiotika
Menurut
Ferdinand de Saussure, “semiotika
adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam masyarakat dapat dibayangkan ada”. Ia
akan dibayangkan ada. Ia akan menjadi bagian psikologi sosial dan umum atau. Ia memberi batasan sebagai kajian umum
tentang tanda-tanda. Semiotik
berasal dari kata semiologi (bahasa Yunani ‘semeion’,’tanda’). Semiologi akan
menunjukkan hal-hal yang membangun tanda-tanda dan hukum-hukum yang
mengaturnya.
Semiotika
adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan “Apakah x itu?”
X= kata,
isyarat, warna, sastra, musik dan film. Jika kita mempresentasikan makna x
dengan y sama dengan menganalisis semiotika untuk menentukan sifat relasi
“x-y”, contoh x= merah. Dalam hal ini “x” membangun istilah berbahasa Indonesia
dari warna.
Makna kata
“merah”?
Merah = warna
(tingkat dasar), tetapi dapat pula bermakna :
Berhenti
“sebagai tanda lalu lintas”.
Sayap kiri
“sebagai bendera”.
Kondisi marah,
seperti dalam ungkapan “mukanya merah”.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tanda tidak pernah menunjuk dirinya
sendiri tetapi selalu menunjuk sesuatu yang lain di luar dirinya atau memiliki
sifat hubungan “x-y”.
Menurut
Siegers, “semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
dengan menggunakan tanda (sign) dan berdasarkan pada sign system (konvensi,
kode)”.
Cobley
and Jansz mendefinisikan, “semiotika
adalah bidang ilmu yang mengkaji hubungan tanda, objek dan makna, misal : tanda bunyi kata kursi ; objek kursi
yang terbuat dari kayu, sofa, plastik, dan sebagainya; makna benda yang digunakan sebagai tempat
duduk.
Tanda
juga berupa konvensi atau kesepakatan bahasa suatu kelompok masyarakat
tertentu. Dalam menggunakan tanda berupa konvensi bahasa tersebut maka harus
tepat meletakkannya, misal :
Kata “bisa”
berarti “racun” (dalam konvensi bahasa Indonesia).
Kata “bisa”
berarti “saged” (dalam konvensi bahasa Jawa)
Semiotika
adalah studi tentang :
Ø Cara berfungsi
Ø Penggolongan
Ø Hubungan dengan tanda lain “cabang sintaksis semiotik”
Ø Hubungan tanda dan acuan
Ø Interpretasi “cabang semantik semiotik”
Ø Pengirim
Ø Penerima “cabang pragmatik semiotik”
Tokoh :
1.
Charles
Sanders Pierce (1839-1914)
·
Amerika
·
Ayahnya
: Profesor matematika Harvard
·
Pernah
menjadi dosen logika di JHU
·
Filosof
pragmatisme
·
Bagaimanakah
kita bernalar?
·
Semiotika
2.
Ferdinand
de Saussure (1857-1913)
·
Lahir
di Jenewa
·
Kuliah
di fakultas fisika dan kimia di Jenewa
·
Kuliah
bahasa di universitas Leipzig
·
Profesor
bahasa Sanskerta di universitas Jerman
·
Strukturalis
·
Apakah
bahasa itu?
·
Semiologi
Menurut
Pierce, penanda (representamen) adalah sesuatu yang bagi seseorang
menjadi wakil dari sesuatu yang lain atas dasar-dasar tertentu. Fungsi utama
tanda adalah mengemukakan atau merepresentasikan sesuatu, misal : lampu merah perintah berhenti ;
ada tulisan huruf balok P disilang berarti dilarang parkir.
Penanda
(representamen) selalu terdapat dalam hubungan trio :
1.
Objek
/ acuan : sesuatu yang lain atau apa yang dikemukakan
oleh tanda atau yang ditunjuknya, misal : bendanya.
2.
Ground
/ dasar : sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi. Ground dapat
berupa :
Kode : sistem peraturan. Kode adalah kaidah
atau sistem untuk memahami bahasa, budaya atau sesuatu lainnya, misal kode
kebahasaan meliputi ragam bahasa,undha usuk, dialek, dsb.
Konvensi : kesepakatan, mengacu pada bahasa, misal : kacamata
konvensi bahasa Indonesia ; tesmak bahasa
Jawa ; glasses bahasa Inggris
3.
Interpretan
: seseorang yang menerima tanda kemudian menafsirkan maksud tanda berdasarkan
pesan yang ditangkap dari tanda tersebut atau bisa berarti makna yang terdapat dalam kamus.
Tidak ada acuan yang inheren (menyeluruh)
pada tanda, misal mawar di masyarakat barat menandakan
cinta kalau di Indonesia?
-
Maka
perlu adanya ground.
-
Bisa
miss-kom bila ground beda.
Jadi
ada kemungkinan :
1.
Tanda
sama, acuannya berbeda, misal :
-
Ini teh
susu ; tanda yang
bergaris bawah dapat berarti :
Panggilan untuk kakak perempuan di masyarakat
Jawa barat.
Nama jenis minuman.
-
Lakune kaya macan luwe : tanda
yang bergaris bawah dapat berarti :
Cara berjalannya pelan dan lemah gemulai.
Lapar
2. Tanda beda, acuannya sama, misal;
Manuk, burung, bird, vogel sama-sama mengacu pada hewan burung.
Dor, beng sama-sama
mengacu pada suara ledakan.
B.
Jenis tanda menurut Pierce
1.
Berdasarkan hubungan tanda dan ground
a.
Qualisign,
yaitu tanda yang menunjukkan kualitas, misalnya : kata kasar, keras, lemah,
lembut, merdu.
b.
Sinsign,
yaitu tanda yang menunjukkan eksistensi aktual benda / peristiwa, misal kata”
keruh” pada kalimat “air sungai itu keruh”.
c.
Legisign,
yaitu tanda yang mengandung norma, misalnya : rambu lalu lintas yang menandakan
hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
2.
Berdasarkan
interpretan
a.
Rheme,
yaitu tanda yang memungkinkan seseorang untuk menafsirkan berdasarkan pilihan,
misal :
Mata
merah dapat berarti sebagai berikut :
-
Selesai
menangis
-
Bangun
tidur
-
Mengantuk
-
Menderita
penyakit mata
-
Terkena
samber mata.
b.
Decisign,
yaitu tanda yang menyatakan kenyataan, misal : jika di pinggir jalan dipasang
rambu lalu lintas yang bertuliskan, “Awas, rawan
kecelakaan” maka menandakan kenyataan bahwa di wilayah tersebut memang sering
terjadi kecelakaan.
c.
Argument,
yaitu tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu, misal seorang berkata, “Ruangan itu
gelap”, berarti hal ini menunjukkan bahwa menurut pendapat orang tersebut
ruangan itu memang cocok dikatakan gelap.
3.
Berdasarkan hubungan tanda dan acuan
a.
Ikon, yaitu tanda yang menyatakan hubungan
kemiripan, misal : peta, foto, patung dan lukisan realis.
b.
Indeks, yaitu tanda yang menyatakan hubungan
kedekatan eksistensi, hubungan kausal, misal : tiang penunjuk jalan, tanda
panah penunjuk arah, asap tanda adanya api, halilintar tanda petir, mendung
tanda hendak turun hujan, dsb.
c.
Simbol, yaitu tanda yang menyatakan hubungan
berdasarkan konvensi, misal : tanda-tanda kebahasaan. Kata manuk adalah simbol
dari hasil konvensi. Mengapa manuk, tidak disebut pisang? Hal ini merupakan
kesepakatan masyarakat yang bersifat arbitrer.
C.
Keikonikan dalam bahasa Jawa
Icon ‘arca’, ‘patung’.
Iconismus, ‘gambaran’, ‘lukisan, ‘penggambaran dengan kata-kata’.
Linguistik masa kini fokus pada bentuk-bentuk simbolik
yang bersifat arbitrer. Padahal ada beberapa bentuk lingual memiliki hubungan
kemiripan (ikonik) antara bentuk, fungsi
dan makna atau antara kode dengan maknanya. Pada bentuk-bentuk ini sifat
ikonisitas dapat meliputi kemiripan bunyi, gerak dan bentuk. Dengan adanya
sifat ikonisitas yang demikian maka sifat arbitrer menjadi kabur, misal sebagai
berikut :
-
Bentuk manyul “menonjol” disebut dengkul.
-
Gerakannya berputar disebut munyer.
-
Suaranya ck...ck...ck disebut cecak.
Jenis keikonikan
1. Yang diikonlingualkan : bunyi onomatope
-
Bentuk ikonik :
kata.
-
Ciri formal :
keseluruhan atau sebagian deretan fonem pembentuk kata sebagai
peniru suara yang diikonlingualkan,
misal :
a.
Nomina nama binatang : cȇcak, tokek, derkuku, emprit
b.
Nomina nama benda : gong, sempritan, kenthongan
c.
Nomina nama gejala alam : gludhug, blȇdheg
d.
Verba penyebut tindakan : nuthuk, ngepruk, dhehem, methik
e.
Verba proses, peristiwa, keadaan : ngȇntut, kȇpȇntut, ngorok, glegeken,
ngȇsȇs
f.
Adverbia penunjuk peristiwa : (mak) glȇgȇg, cȇgur, thok, plog,
bur
2. Yang diikonlingualkan : jarak
- Bentuk
ikonik : dua kata atau lebih.
-
Ciri formal : perbedaan vokal dengan
kesamaan konsonan, misal :
a.
iki-iku-ika ; kiyi-kuwi-kae
Berfungsi
sebagai kata tunjuk dekat, agak jauh dan jauh.
b.
kene-kono-kana
Berfungsi
sebagai penunjuk tempat dekat, agak jauh dan jauh.
c.
mrene-mrono-mrana
Berfungsi
sebagai penunjuk arah dekat, agak jauh dan jauh.
d.
sȇprene-sȇprono-sȇprana
Berfungsi
sebagai penunjuk waktu sekarang, agak lampau dan lampau.
e.
sȇmene-sȇmono-sȇmana
Berfungsi
sebagai penunjuk kuantitas benda sedikit, agak banyak dan banyak.
3. Yang diikonlingualkan : gerak
-
Bentuk ikonik : kata, misal :
a. Nomina
nama binatang : ugȇt-ugȇt, undut-undur
b. Verba
tindakan : ngesot, ngleset, krugȇt-krugȇt
c. Adverb : gȇdhȇglikan
4. Yang
diikonlingualkan : bau
a. Adjective
: Walang sangit
5. Yang
diikonlingualkan : warna
a. Nomina
nama binatang : Walang kayu, sambȇliler
6. Yang diikonlingualkan : bentuk
A. Bentuk kecil
- Bentuk
ikonik : kata
- Ciri
formal : vokal [i], misal :
a.
Adjective :
cilik, lȇncir, sithik
b.
Nomina penunjuk benda : krikil, pȇnthil, upil, inthil
c.
Nomina nama anak binatang : cindhil, tobil, prȇcil
d.
Verba :
mlirik, ngintik, nyekikik
e.
Verba dengan alat kecil : ngutil, ngȇmpit, njȇpit, nyangking, njiwit, kinthil
f.
Adverbia :
kȇmricik, kricik-kricik, klithik-klithik (klithikan),
prithil
B. Bentuk
besar
- Bentuk
ikonik : kata.
Ciri formal keikonikan : vokal [a], [o] dan konsonan [g] atau konsonan hambat
bersuara, misal :
a. Nomina penunjuk benda :
krakal, penthol
b. Verba :
mlorok, nyekakak
c. Adverbia :
kȇmrocok, krocok-krocok, klothok-klothok, prothol
C. Derajat
wujud, keadaan, misal :
a. Mlirik-mlerek-mlorok-mlȇruk
b. Digelangi-digulungi-digilingi
c. Dithithiki-dithetheki-dithothoki-dithuthuki
Sumber :
Tugar review materi kuliah semiotik ini
menggunakan referensi catatan kuliah semiotik yang Diampu oleh Drs. Aloysius
Indratmo, M. Hum.